Definisi
Kristal:
1.
Menurut
Wikipedia, kristal adalah suatu padatan yang atom, molekul atau ion penyusunnya
terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi.
2.
Menurut Snechal,
kristal merupakan padatan yang secara essential mempunyai pola difraksi
tertentu.
3.
Menurut Djauhari
Noor, kristal dapat didefinisikan sebagai mineral yang memiliki sifat dan
bentuk tertentu dalam keadaan padatnya sebagai perwujudan dari susunan yang
teratur didalamnya.
4.
Menurut
pengertian kompilasi yang diambil untuk menyeragamkan pendapat para ahli, maka
kristal adalah bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya serta
mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya memenuhi
hukum geometri; Jumlah dan kedudukan bidang kristalnya selalu tertentu dan
teratur.
Kata
“kristal” berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan yang
dingin atau beku.Kristal-kristal tersebut selalu dibatasi oleh beberapa bidang
datar yang jumlah dan kedudukannya tertentu. Keteraturannya tercermin dalam
permukaan kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata yang mengikuti
pola-pola tertentu. Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang muka kristal.
Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu
tetap pada suatu kristal. Bidang muka itu baik letak maupun arahnya ditentukan
oleh perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu
kristal berupa garis bayangan yang lurus yang menembus kristal melalui pusat
kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai
parameter.
Bila
ditinjau dan telaah lebih dalam mengenai pengertian kristal, mengandung
pengertian sebagai berikut :
1.
Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya :
Ø tidak
termasuk didalamnya cair dan gas
Ø tidak
dapat diuraikan kesenyawa lain yang lebih sederhana oleh proses fisika
Ø terbentuknya
oleh proses alam
2.
Mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya mengikuti
hukum geometri :
· jumlah
bidang suatu kristal selalu tetap
· macam
atau model bentuk dari suatu bidang kristal selalu tetap
· sifat
keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang tetap.
Apabila
unsur penyusunnya tersusun secara tidak teratur dan tidak mengikuti hukum-hukum
diatas, atau susunan kimianya teratur tetapi tidak dibentuk oleh proses alam
(dibentuk secara laboratorium), maka zat atau bahan tersebut bukan disebut
sebagai kristal.
Proses
Pembentukan Kristal
Pada
kristal ada beberapa proses atau tahapan dalam pembentukan kristal. Proses yang
di alami oleh suatu kristal akan mempengaruhi sifat-sifat dari kristal
tersebut. Proses ini juga bergantung pada bahan dasar serta kondisi lingkungan
tempat dimana kristal tersebut terbentuk.
Berikut
ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada pembentukan
kristal :
Fase
cair ke padat
Kristalisasi
suatu lelehan atau cairan sering terjadi pAda skala luas dibawah kondisi alam
maupun industri. Pada fase ini cairan atau lelehan dasar pembentuk kristal akan
membeku atau memadat dan membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh perubahan
suhu lingkungan.
Fase
gas ke padat (sublimasi)
Kristal
dibentuk langsung dari uap tanpa melalui fase cair. Bentuk kristal biasanya
berukuran kecil dan kadang-kadang berbentuk rangka (skeletal form). Pada fase
ini, kristal yang terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang memadat karena
perubahan lingkungan. Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil dari aktifitas
vulkanis atau dari gunung api dan membeku karena perubahan temperatur.
Fase
padat ke padat
Proses
ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan temperatur
(deformasi). Yang berubah adalah struktur kristalnya, sedangkan susunan unsur
kimia tetap (rekristalisasi). Fase ini hanya mengubah kristal yang sudah
terbentuk sebelumnya karena terkena tekanan dan temperatur yang berubah secara
signifikan. Sehingga kristal tersebut akan berubah bentuk dan unsur-unsur
fisiknya. Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak berubah karena tidak adanya
faktor lain yang terlibat kecuali tekanan dan temperatur.
Sistem
Kristalografi
Dalam
mempelajari dan mengenal bentuk kristal secara mendetail, perlu diadakan
pengelompokkan yang sistematis. Pengelompokkan itu didasarkan pada
perbangdingan panjang, letak (posisi) dan jumlah serta nilai sumbu
tegaknya.Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat simetrinya (bidang
simetri dan sumbu simetri) dibagi menjadi tujuh sistem, yaitu :
· Isometrik
· Tetragonal
· Hexagonal,
· Trigonal,
· Orthorhombik,
· Monoklin
· Triklin.
Dari
tujuh sistem kristal dapat dikelompokkan menjadi 32 kelas kristal.
Pengelompokkan ini berdAsarkan pada jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh
kristal tersebut. Sistem Isometrik terdiri dari lima kelas, sistem Tetragonal
mempunyai tujuh kelas, sistem Orthorhombik memiliki tiga kelas, Hexagonal tujuh
kelas dan Trigonal lima kelas. Selanjutnya Monoklin mempunyai tiga kelas dan
Triklin dua kelas.
bidang
simetri aksial dan bidang simetri menengah. Bidang simetri aksial bila bidang
tersebut membagi kristal melalui dua sumbu utama (sumbu kr
Sumbu,
Sudut dan Bidang Simetri
Sumbu
simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal, dan bila
kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh akan
didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama. Sumbu simetri dibedakan menjadi
tiga, yaitu : gire, giroide, dan sumbu inversi putar.
Sudut
simetri adalah sudut antar sumbu-sumbu yang berada dalam sebuah kristal.
Sudut-sudut ini berpangkal (dimulai) pada titik persilangan sumbu-sumbu utama
pada kristal yang akan sangat berpengaruh pada bentuk dari kristal itu sendiri.
Bidang
simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal menjadi dua bagian
yang sama, dimana bagian yang satu merupakan pencerminan (refleksi) dari bagian
yang lainnya. Bidang simetri ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu istal).
Proyeksi
Orthogonal
Proyeksi
orthogonal adalah salah satu metode proyeksi yang digunakan untuk mempermudah
penggambaran.Proyeksi orthogonal ini dapat diaplikasikan hampir pada semua
penggambaran yang berdasarkan hukum-hukum geometri.Contohnya pada bidang
penggambaran teknik, arsitektur, dan juga kristalografi. Pada proyeksi
orthogonal, cara penggambaran adalah dengan menggambarkan atau membuat
persilangan sumbu. Yaitu dengan menggambar sumbu a,b,c dan seterusnya dengan
menggunakan sudut-sudut persilangan atau perpotongan tertentu. Dan pada
akhirnya akan membentuk gambar tiga dimensi dari garis-garis sumbu tersebut dan
membentuk bidang-bidang muka kristal.
1.
Sistem Isometrik
Sistem
ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem
kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak
lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk
masing-masing sumbunya.
Pada
kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama
dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini
berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus
satu sama lain (90˚).
Gambar
1 Sistem Isometrik
Pada
penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis
dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga
ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan
sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem
isometrik dibagimenjadi 5 Kelas :
· Tetaoidal
· Gyroida
· Diploida
· Hextetrahedral
· Hexoctahedral
Beberapa
contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite,
galena, halite, Fluorite(Pellant, chris: 1992)
2. Sistem
Tetragonal
Sama
dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang
masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama.
Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada
umumnya lebih panjang.
Pada
kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b
≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan
sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini
berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak
lurus satu sama lain (90˚).
Gambar
2 Sistem Tetragonal
Pada
penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Tetragonal
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan).
Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem
tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
· Piramid
· Bipiramid
· Bisfenoid
· Trapezohedral
· Ditetragonal
Piramid
· Skalenohedral
· Ditetragonal
Bipiramid
Beberapa
contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil,
autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)
3. Sistem
Hexagonal
Sistem
ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu
lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu
sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c
berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada
kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan
sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α
dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Gambar
3 Sistem Hexagonal
Pada
penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis
dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik
garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap
sumbu b+.
Sistem
ini dibagi menjadi 7:
· Hexagonal
Piramid
· Hexagonal
Bipramid
· Dihexagonal
Piramid
· Dihexagonal
Bipiramid
· Trigonal
Bipiramid
· Ditrigonal
Bipiramid
· Hexagonal
Trapezohedral
Beberapa
contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz,
corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo.
1977)
yang
memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan dan terbentuklah
kristal. Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan tergantung pada dua
faktor penting, yaitu laju pembentukan inti dan laju pertumbuhan kristal. Laju
pembentukan inti dapat dinyatakan dengan jumlah inti yang terbentuk dalam
satuan waktu. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal yang
akan terbentuk tetapi dengan ukuran yang kecil. Sedangkan jika laju pertumbuhan
kristal tinggi, maka akan didapatkan kristal dengan ukuran yang tinggi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar